Tak bermaksud tabu, namun ini memang keajaiban alam yang patut
dikagumi. Ya, Gunung Enrekang di Sulawesi Selatan terkenal karena
memiliki bentuk menyerupai Miss V.
Gunung yang juga sering disebut Buttu Kabobong atau Gunung Vagina ini
terletak sekitar enam jam ke utara dari Ibu Kota Sulawesi Selatan,
Makassar. Tepatnya di poros jalan dari arah Rappang, Kabupaten Sidrap.
Dikatakan unik karena bentuk gunung ini menyerupai alat reproduksi
wanita dan dipastikan hanya satu-satunya di dunia.
Selain unik dan penuh daya tarik, gunung ini juga ternyata punya legenda
yang secara turun temurun menyisakan berbagai versi, namun pada
prinsipnya mengandung makna yang sama, yakni pesan moral dari para
leluhur setempat tentang pantangan keras untuk melakukan hubungan suami
istri di luar nikah.
Ada berbagai versi kisah terkait gunung ini, salah satunya diyakini pada
zaman dahulu kala, di kaki Gunung Bambapuang terdapat suatu kerajaan
tua yang bernama Kerajaan Tindalaun. Sementara di dalam kerajaan itu
sendiri terdapat sebuah perkampungan kecil yang juga dinamai Tindalun.
Konon pada suatu ketika, datanglah seorang yang disebut To
Mellaorilangi’ (orang yang turun dair langit) atau yang dalam istilah
lainnya disebut To Manurung di Kampung Tindalun yang terletak di
sebelah selatan Gunung Bambapuang tersebut.
To Manurung ini juga menurut riwayatnya konon datang dari Tangsa, yaitu
sebuah daerah di Kabupaten Tana Toraja. Mulanya, di Tangsa ada seorang
ibu muda cantik bernama Masoang yang mempunai lima orang anak. Entah
karena apa, kelima anak Masoang itu terbagi-bagi. Yakni dua orang ke
Tana Toraja Barat, dua lainnya tinggal di Tangsa, kemudian yang satu
orang lagi dianggap menghilang karena kepergiaannya tidak diketahui.
Beberapa hari kemudian tak jauh dari sebuah perkampungan, pada suatu
malam, masyarakat Tindalun melihat ada seonggok api yang menyala seolah
tak ada padamnya. Karena didorong rasa keingitahuan, masyarakat lalu
mencoba mendekati sumber nyala api tersebut.
Ternyata, tak jauh dari situ ada anak laki-laki yang rupawan, ganteng
serta kulitnya putih bersih. Bahkan menurut penilaian masyarakat
Tindalun ketika itu, selain ganteng , anak itu juga memiliki ciri
sebagia anak To Malabbi’. Karenanya, si anak yang tidak diketahui asal
usulnya itu lalu diambil dan dibawa ke Kampung Tindalun. Boleh jadi anak
inilah yang disebut sebagai To Manurung.
Ringkas cerita, ketika si anak lelaki tersebut menginjak dewasa, ia lalu
dikawinkan dengan salah seorang putri raja Kerajaan Tindalun yang
sangat cantik. Di mana setelah pesta perkawinan yang semarak dan yang
dilaksanakn secara adat istiadat setempat itu, masyarakat pun secara
spontan lalu membuatkan sebuah istana baru bagi pasangan ini. Karena
menganggap perkawinan itu adalah penyatuan dari anak seorang raja dengan
To Mellaorilangi’ atau To Manurung.
Selanjutnya dari perkawinan itu, lahirlah putra mereka yang diberi nama
Kalando Palapana, kemudian dinobatkan sebagai Raja Tindalun. Dia
memerintah beberapa perkampuangan di situ.
Seperti diketahui, Tindalun ini merupakan wilayah yang ketika itu amat
kaya dengan sumber daya alamnya. Setiap musim panen, masyarakat sangat
bersuka ria karena hasil pertanian mereka selalu melimpah ruah. Itu
sebabnya kehidupan masyarakat Tindalun rata-rata makmur dan sejahtera.
Cuma sayangnya, kondisi inilah yang membuat mereka lantas lupa diri.
Suasana hura-hura nyaris tak terlewatkan setiap saat. Bukan hanya itu,
konon karena kekayaan yang dimiliki, perangai masyarakatpun banyak yang
mulai berubah.
Tatanan perilaku yang selama ini sangat menjunjung tinggi budaya dan
adat istiadat leluhur, mulai bergeser. Kehidupan pergaulan bebas pun
kabarnya sempat mewarnai hari-hari mereka. Dengan kata lain, perubahan
strata ekonomi yang begitu pesat ketika itu, menjadikan masyarakat
Tindalun seolah lupa dengan jati dirinya.
Lalu bagaimana dengan Raja Kalando Palapana atas kejadian itu?, tentu
saja sangat gusar. Raja muda ini kemudian memanggil para tetua adat
untuk dimintai pertanggung jawabannya, sekaligus memerintahkan agar
segera mengatasinya. Raja sangat kuatir jika perbuatan menyimpang yang
dilakukan masyarakatnya itu dibiarkan, maka akan mendapat azab dari
Tuhan Sang Pencipta Alam.
Memang menurut kisahnya, para tetua adat tersebut telah melaksanakan
titah sang raja untuk menghentikan perilaku menyimpang masyarakat itu.
Namun jangankan berhenti, malah sebaliknya perbuatan masyarakat itu
semakin menjadi-jadi. Hubungan intim di luar nikah seakan menjadi hal
yang rutin tanpa bisa dicegah. Larangan berdasarkan agama dan adat
istiadat, bagai tak digubris, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di
sebelah timur ibukota kerajaan.
Karena sulit dicegah, maka suatu hari Raja Tindalun mengundang para
pejabat kerajaan dan tetua adat untuk melakukan pembahasan secara
khusus. Di mana kesimpulan dari hasil pembahasan yang digelar di atas
bukti sekitar. Tindalun itu, antara lain menyebutkan akan memberi sanksi
dan hukuman seberat-beratnya bagi siapa saja tanpa kecuali yang
kedapatan melakukan hubungan suami istri diluar nikah.
Namun apa lacur?, lagi-lagi masyarakat tidak peduli. Hubungan bebaspun
bukan hanya pada malam hari dilakukan, tapi disiang bolong pun perbuatan
itu dilakukan. Ibaratnya, masyarakat seperti sudah kehilangan akhlak
dan moralnya. Celakanya lagi, penyakit masyarakat ini bahkan sempat
mewabah di kalangan kerabat kerajaan menyusul terlibatnya salah seorang
anak raja Tindalun.
Kabarnya, pasangan selingkuh anak raja Tindalun dimaksud adalah anak
gadis dari salah seorang tetua adat setempat. Yang akhirnya, pada malam
kejadian itu, ketika kedua anak manusia ini sedang hanyut dalam
kenikmatan hubungan intim di luar nikah, sekonyong-konyong datang
bencana yang memporakporandakan wilayah kerajaan Tindalun. Rupanya Tuhan
telah menunjukkan murkanya. Mereka yang selama ini tak mau lagi
mendengar titah rajanya, dan gemar melakukan hubungan intim di luar
nikah, semua dilaknat menjadi bukit-bukit.
Di antaranya ada yang menyerupai kelamin wanita. Gunung yang menghadap
ke barat dan terletak di sebelah timur Gunung Bambapuang inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan Buttu Kabobong. Sedangkan pada sebelah
barat Buttu Kabobong, terdapat pula gunung yang menjorok ke seberang
menghampiri pusat Buttu Kabobong. Gunung ini bentuknya menyerupai alat
kelamin laki-laki. Antara kedua gunung ini dibatasi oleh sebuah anak
sungai.
Demikian sekelumit legenda tentang Buttu Kabobong, yang jika ditelaah,
sesungguhnya mempunyai pesan moral agar umat manusia di mana pun, tidak
melakukan hubungan suami istri di luar nikah. Karena hal itu merupakan
perbuatan zinah yang sangat dilarang oleh agama. Hukumnya adalah dosa
besar.
Cerita rakyat tersebut menampak daya tarik sang gunung. Anda dapat
menikmati panorama Gunung Vagina sambil menikmati Kopi Toraja seharga
sekitar Rp 10.000. Jika Anda tak suka dengan kopi, segelas bandrek
hangat bisa jadi pilihan. Keindahan ini makin maksimal ketika dinikmati
segelas kopi toraja yang tersohor itu. Ah, rasanya sangat seksi.
Sumber "http://sujanew.blogspot.com/2014/08/wow-ada-gunung-miss-v-di-sulawesi.html"
Terimakasih anda telah membaca artikel tentang Wow, Ada Gunung ‘Miss V’ di Sulawesi . Jika ingin menduplikasi artikel ini diharapkan anda untuk mencantumkan link https://inspirasime.blogspot.com/2014/08/wow-ada-gunung-miss-v-di-sulawesi.html. Terimakasih atas perhatiannya.